Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Olga Lydia Terkesan Tenunan Khas Flores

Kompas.com - 09/02/2012, 16:27 WIB

KOMPAS.com - Di balik gunung, segumpalan kabut merajalela hingga ke bawah lembahnya, menaungi sebuah desa yang bertekad bertahan meskipun zaman coba menggerusnya dengan berbagai cara. Di sinilah salah satu tenunan tradisional khas Flores dibentuk helai demi helai benang, dicelup dengan warna alami dari alam, dirangkai dengan buah tangan-tangan terampil yang memukau, hampir saja keelokannya sebanding dengan kejutan alam Flores yang megah itu.

"Hallo, bisakah saya berbicara dengan Olga?" Seorang penumpang segera menyerahkan handphone-ya kepada wanita berparas khas Tionghoa agar pembicaraan yang dimaksud pun terlaksana. Olga Lydia tak pernah mengira bahwa ia akan ditelepon salah seorang warga dari Desa Doka yang dikunjunginya 5 hari yang lalu. Padahal kakinya masih menjejak tanah Flores dan ada sisa satu hari perjalanan sebelum pulang kembali ke rumahnya.

Adalah Cletus Lopez, seorang juru bicara sekaligus pemandu Desa Wisata Doka di Flores yang menghubungi Olga. Ia mengucapkan rasa terima kasihnya atas kunjungan Olga Lydia bersama tim dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dipandu Flores Exotic Tour melalui Leonardus Nyoman dan Bapak Ardhie.

Penjelajahan tim tersebut di Flores melalui jalur darat selama 6 hari sejak 11 hingga 16 Januari 2012. Merentang jarak darat sejauh lebih dari 750 km telah dilalui, bermula dari Maumere ke Moni, kemudian berlanjut ke Ende, Bajawa, Ruteng, dan berakhir di Labuan Bajo.

Desa Doka menjadi tujuan wisata pertama yang disinggahi tim ini sekaligus  membenamkan kesan mendalam bagi Olga Lydia. Tangan-tangan terampil wanita Desa Doka begitu lihai dan nyatanya saat Olga mencobanya tidaklah semudah yang dikira.

Profesor sekalipun belum tentu dapat menghasilkan karya secantik lembaran tenunan khas Flores. Setidaknya ada lebih dari 20 tahapan selama hampir sebulan untuk sebuah kain tenunan Flores hingga memanjakan mata dan diapresiasi peminatnya dengan transaksi jual beli.

Kemampuan menenun di Desa Doka telah dibina dari satu generasi ke generasi berikutnya. Mereka belajar di sekolah adat kuno sebagai sebuah tradisi turun-temurun. Sebuah kearifan lokal yang tidak disembunyikan tetapi dipertontonkan sebagai sebuah atraksi yang menarik.

Mereka melakukan semua aktivitas merangkai sehelai kain tenunan secara tradisional. Benar-benar tradisional, mulai dari memetik kapas, memintalnya menjadi benang, hingga proses pewarnaan menggunakan daun nila, akar mengkudu, dan kulit batang nangka sebagai pewarna alami. Tidak sedikit pun cairan kimia ikut andil di sini alih-alih menimbulkan pencemaran lingkungan. Mereka bersahabat dengan alam dan tak ingin mengotori bumi.

Wanita muda hingga dewasa apalagi yang tua, mereka andal memisahkan kapas dari bijinya dengan menggunakan alat bernama keho. Setelah kapas terpisah, kemudian benang di pintal untuk menghasilkan serat benang. Benang-benang yang telah jadi berikutnya digulung menggunakan seler. Hasil gulungan benang tersebut menjadi bahan dasar tenun untuk menghasilkan motif  ikat.

Berikutnya benang halus diberi warna dari olahan bahan-bahan alami. Untuk memperoleh warna hijau dari tanaman nila, kuning dari hepang, coklat dari kayu-kayu kering, dan merah dari akar mengkudu. Bahan-bahan tersebut ditumbuk halus kemudian dicampurkan air. Benang pun direndam sekitar 1 jam agar warna terkesan luntur alami. Benang yang beraneka warna akan direntangkan pada kayu yang disebut hani.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mengenal Subak Jatiluwih yang Akan Dikunjungi Delegasi World Water Forum 

Mengenal Subak Jatiluwih yang Akan Dikunjungi Delegasi World Water Forum 

Jalan Jalan
Area Baduy Dalam Buka Lagi untuk Wisatawan Setalah Perayaan Kawalu 

Area Baduy Dalam Buka Lagi untuk Wisatawan Setalah Perayaan Kawalu 

Travel Update
5 Wisata di Bandung Barat, Ada Danau hingga Bukit

5 Wisata di Bandung Barat, Ada Danau hingga Bukit

Jalan Jalan
Aktivitas Bandara Sam Ratulangi Kembali Normal Usai Erupsi Gunung Ruang 

Aktivitas Bandara Sam Ratulangi Kembali Normal Usai Erupsi Gunung Ruang 

Travel Update
5 Cara Motret Sunset dengan Menggunakan HP

5 Cara Motret Sunset dengan Menggunakan HP

Travel Tips
Harga Tiket Masuk Balong Geulis Cibugel Sumedang

Harga Tiket Masuk Balong Geulis Cibugel Sumedang

Jalan Jalan
Tips Menuju ke Balong Geulis, Disuguhi Pemandangan Indah

Tips Menuju ke Balong Geulis, Disuguhi Pemandangan Indah

Travel Update
Serunya Wisata Kolam Renang di Balong Geulis Sumedang

Serunya Wisata Kolam Renang di Balong Geulis Sumedang

Jalan Jalan
Nekat Sulut 'Flare' atau Kembang Api di Gunung Andong, Ini Sanksinya

Nekat Sulut "Flare" atau Kembang Api di Gunung Andong, Ini Sanksinya

Travel Update
Dua Bandara di Jateng Tak Lagi Berstatus Internasional, Kunjungan Wisata Tidak Terpengaruh

Dua Bandara di Jateng Tak Lagi Berstatus Internasional, Kunjungan Wisata Tidak Terpengaruh

Travel Update
Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Travel Update
Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Travel Update
Harga Tiket Masuk Terbaru di Scientia Square Park Tangerang

Harga Tiket Masuk Terbaru di Scientia Square Park Tangerang

Jalan Jalan
Ada 16 Aktivitas Seru di Scientia Square Park untuk Anak-anak

Ada 16 Aktivitas Seru di Scientia Square Park untuk Anak-anak

Jalan Jalan
Sungailiat Triathlon 2024 Diikuti 195 Peserta, Renang Tertunda dan 7 Peserta Sempat Dievakuasi

Sungailiat Triathlon 2024 Diikuti 195 Peserta, Renang Tertunda dan 7 Peserta Sempat Dievakuasi

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com